![]() |
By Alfian |
CERAMAH
SYEKH
ABDURRAHMAN BIN ABDIL AZIZ AS SUDAIS
DI
MASJID KAMPUS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
SABTU,
25 DESEMBER 2004
Yang terhormat,
DR Amin Abdullah, rektor Universitas Islam Negeri Yogyakarta.
Yang terhormat,
seluruh staf pengajar di UIN Yogyakarta.
Para mahasiswa
dan mahasiswi serta hadirin sekalian yang mulia.
Suatu kesempatan bahagia dan penuh
berkah, pada hari ini Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa memberikan kesempatan kami
(Prof. DR Abdurrahman bin Abdil Aziz As Sudais) untuk mengunjungi salah satu
pusat kegiatan ilmiah di negeri ini. Saya sangat bahagia bisa berkunjung
menemui saudara seagama di universitas ini. Kami (Prof. DR Abdurrahman bin
Abdil Aziz As Sudais) sampaikan banyak terima kasih atas kecintaan, penghargaan
dan penyambutan yang baik.
Sambutan yang telah disampaikan oleh
rektor merupakan ungkapan kecintaan dan penghargaan terhadap kedua kota suci
(Mekah dan Medinah) berikut ulamanya dan pemerintahnya.
Saudara-saudara anda semua di tanah
suci, dari sekitar Ka’bah dan masjid Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
pemerintah, ulama, imam, pendidik di kedua kota suci menyampaikan doa yang
tulus dan pujian serta penghargaan yang tinggi atas usaha yang telah dilakukan
oleh universitas dalam rangka mengembangkan ilmu dan pengetahuan di semua
bidangnya.
Saudaraku sekalian,
Saat ini kita berada di salah satu
pusat kegiatan ilmiah. Alangkah baiknya kalau pembicaraan kita berkaitan dengan
ilmu, kedudukannya dalam syariah Islam serta karunia yang Allah telah berikan
pada kita berupa agama yang lurus dan syariat yang agung ini, yang berisi
kemaslahatan bagi seluruh hamba, baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat.
Imam Asy Syathibi –rahimahullah-
berkata: “Setelah kita mengkaji keseluruhan (ajaran) syariat ini kita mendapati
bahwa syariat ini dibuat untuk kemaslahatan hamba, baik menyangkut kehidupan
dunia maupun akhirat, dalam rangka memelihara agama, jiwa, akal, harta dan
kehormatan.”
Imam Ibnul Qoyyim –rahimahullah-
berkata: “Syariat Islam ini berdasarkan hikmah dan kemaslahatan hamba. Semuanya
adalah kebaikan, rahmat, keadilan dan kemaslahatan. Semua persoalan yang keluar
dari keadilan menuju kezhaliman dan dari rahmat kepada kebalikannya, maka itu
bukan merupakan syariah.”
Saudaraku sekalian,
Islam dan syariat ini sudah sempurna
dan lengkap. Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman:
اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت
عليكم تعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian,
dan telah Aku cukupkan kepada kalian nikmat-Ku dan Aku ridla Islam sebagai
agama bagi kalian.” (QS Al Maidah (5) ayat 3)
Maka syariat Islam tidak memerlukan
tambahan karena sudah lengkap, sempurna dan cukup. Setiap hamba diperintahkan
untuk mengikuti syariat ini dan berjalan di atas manhaj al Qur`an dan Sunnah.
Islam juga datang dengan membawa
ajaran menghormati manusia.
ولقد كرمنا بني آدم
لقد خلقنا الإنسان فى أحسن
تقويم
Tidak ada syariat yang sangat
memperhatikan hak-hak manusia seperti syariat ini.
Syariat Islam juga menempatkan akal pada kedudukan yang
tinggi. Berapa banyak ayat yang diakhiri dengan
لعلكم تعقلون
“Agar kamu sekalian
berfikir.”
لعلكم تذكرون
“Agar kamu sekalian mengambil
pelajaran.”
أفلا تعقلون
“Apakah kamu sekalian tidak
memikirkannya.”
وتلك الأمثال نضربها للناس
وما يعقلها إلا العالمون
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami
buatkan untuk manusia. Dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang
berilmu.” (QS Al Ankabut (29) ayat 43)
Namun demikian, setelah Islam
menghormati akal dan perasaan manusia, Islam juga menghubungkannya dengan ruh
syariat ini yaitu nash dan wahyu yang datang dari Allah ‘Azza wa Jalla.
Maka setinggi apapun kemampuan akal
manusia, tidak akan sanggup mengungkap semua rahasia dan hikmah dari syariat
ini. Karena Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa yang telah menurunkannya. Tidak
mungkin akal manusia sanggup mencapai kekuasaan Sang Khaliq Subhaanahu Wa
Ta'aalaa.
ألا يعلم من خلق وهو اللطيف
الخبير
“Apakah Allah yang menciptakan itu
(tidak mengetahui yang kamu lakukan dan kamu rahasiakan). Dan Dia Maha Halus
lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Mulk (67) ayat 14)
Oleh karena itu,
termasuk karunia Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa kepada kita semua dengan turunnya
syariat ini, bahwa syariat ini sudah mencakup semua kemaslahatan hamba dan
menolak semua bahaya yang akan menimpa mereka, baik di dunia ini maupun di
akhirat. Di samping itu, syariat ini juga akan senantiasa relevan untuk setiap
waktu dan tempat. Syariat ini berupa nash al Qur`an dan Sunnah serta dilengkapi
dengan ijma’ (kesepakatan para ulama). Di samping itu, ditambah lagi dengan
qiyas diantara masalah-masalah yang memiliki kesamaan, yang dikalangan para
ulama dikenal dengan istilah ra’yu. Namun itu semua diatur dengan kaidah-kaidah
syariat ini.
Islam merupakan ajaran yang
menempatkan akal secara seimbang. Ada orang yang menempatkan akal sebagai
pembuat syariat, bukan Allah. Sebaliknya ada orang yang mengabaikan potensi
akal, sehingga seakan-akan hidup seperti jenazah yang berada di hadapan orang
yang memandikannya. Syariat Islam adalah ajaran pertengahan. Syariat Islam
menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi dan menganjurkan kaum muslimin
untuk berfikir. Namun Islam memandang bahwa akal manusia memiliki keterbatasan
untuk menangkap secara mendalam seluruh syariat Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa
ini. Oleh karena itu diatur dengan beberapa kaidah syar’i. Ada sebuah kaidah
yang sangat dikenal di kalangan para ulama bahwa akal yang sehat tidak akan
bertentangan dengan dalil yang shahih.
Oleh karena itu, tidak mungkin ada
ajaran dari syariat ini yang bertentangan dengan akal orang yang berfikiran
sehat atau pendapat orang terhormat yang melihat persoalan sampai pada tatanan
nilai dan kemaslahatan. Mereka dapat mengetahui hal itu dengan akal dan
kemampuan yang mereka miliki untuk memilah mana yang maslahat dan mana yang
mafsadah (bahaya).
Ketika kita membuat contoh dengan
zina atau minuman keras, maka kita akan mendapati bahwa syariat ini
mengharamkannya. Sebagaimana akal yang sehat dan ilmu kedokteran modern juga
melarang penggunaan berbagai hal yang mendatangkan bahaya dan penyakit seperti
penyakit aids dan semua penyakit otak yang disebabkan minuman keras.
Demikianlah, syariat Islam akan
senantiasa sejalan dengan akal yang sehat. Tidak ada pertentangan antara akal
yang sehat dengan dalil yang shahih. Syariat Islam datang dengan membawa semua
tatanan yang mengangkat keadaan dan memperbaiki kondisi umat manusia.
Islam merupakan gerakan yang
mengajak pada pengembangan dan pencerahan. Islam bukan beban. Islam bukan
pengekang kemajuan. Islam bukan ajaran yang tertutup dari semua bentuk
kemajuan. Sebaliknya Islam juga bukan ajaran yang tidak punya aturan. Bukan ajaran
yang bebas tanpa batas. Bukan ajaran yang mengabaikan tatanan nilai dalam
kehidupan umat manusia.
Semua ajakan kepada selain Al Qur`an
dan Sunnah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam merupakan ajakan yang sudah
saatnya untuk ditinjau kembali. Di sini kami (Prof. DR Abdurrahman bin Abdil
Aziz As Sudais) mengajak kepada para mahasiswa di berbagai perguruan tinggi
Islam, agar mereka mengetahui bahwa Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa telah
memberikan kemuliaan pada mereka dengan ajaran Islam ini. Hendaknya semua
pergerakan, kegiatan, pemikiran, pemahaman, kecenderungan dan pandangan mereka,
semuanya bermuara pada syariat Islam dan ajaran yang dibawa oleh agama ini.
Ada orang yang tidak memahami
hakikat ajaran Islam. Mereka bersikap jumud (beku), ta’ashshub (fanatik buta)
atau terbelakang mensikapi berbagai perkembangan peradaban dan kemajuan. Ada
juga yang sebaliknya. Ada orang yang menyepelekan, bermental kalah dan melihat
bahwa orang-orang di luar Islamlah orang-orang yang memiliki pemikiran jitu,
peradaban, pencerahan dan perkembangan. Mereka tidak menyadari bahwa syariat
Islam diturunkan oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa Yang telah menciptakan,
memberi rizki dan karunia akal dan pemahaman pada kita.
والله أخرجكم من بطون أمهاتكم
لا تعلمون شيئا وجعل لكم السمع والأبصار والأفئدة لعلكم تشكرون
“Dan Allah mengeluarkan kamu sekalian dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatupun, Dan Dia memberi kamu sekalian pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu sekalian bersyukur.” (QS An Nahl (16) ayat
78)
Kita semua dituntut untuk memahami
hakikat agama kita. Agama kita semuanya mengandung kemaslahatan. Maka kita sama
sekali tidak perlu mengadopsi berbagai pemikiran dari luar agama kita. Namun
kita tidak menghalangi jika kita mendapati kebaikan yang terdapat pada umat
lain, kita mengambilnya. Dengan syarat tidak bertentangan dengan agama dan
aqidah kita. Ada metode dalam berinteraksi dengan nash-nash syariat. Para ulama
syariat Islamlah yang memahami dengan cermat metode tersebut. Hal ini tidak
bisa diserahkan pada semua orang atau semua yang memiliki pendapat.
Bukankah kalau kita mendapati ada seorang yang sakit pada salah satu
anggota tubuhnya, sakit di hati atau jantungnya. Apakah orang seperti ini akan
pergi ke warung atau toko kelontong untuk berobat. Tentu tidak. . . orang
tersebut pasti akan mencari dan mendatangi rumah sakit paling baik untuk
melakukan pengobatan.
Jika dalam urusan dunia saja seperti
ini, maka bagaimana halnya dalam urusan agama? Bagaimana mungkin setiap orang
dibolehkan untuk berbicara tentang syariat Islam dengan akal dan fikirannya.
Akal manusia, bagaimanapun juga, memiliki keterbatasan. Tidak bisa dan tidak
akan bisa memahami hikmah dari syariat ini. Meskipun kadang bisa difahami dalam
beberapa kesempatan. Karena nash-nash syariat, sebagaimana anda ketahui semua,
ada beberapa macam. Ada nash yang tidak mengandung kemungkinan lain. Shalat
zhuhur 4 rakaat. Tidak boleh ada yang diantara kita yang tidak mengetahuinya.
Kita juga tidak mempertanyakan hikmah kenapa Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa
menurunkannya demikian.
Kita lihat kemampuan akal kita saat
berinteraksi dengan nash. Puasa Ramadlan dilaksanakan di bulan Ramadlan. Tidak
mungkin dan tidak bisa seseorang mengatakan kenapa kita tidak puasa di bulan
Rajab atau Syawal saja. Menunaikan ibadah haji hanya sekali seumur hidup. Sulit
rasanya jika seseorang mengatakan kenapa hanya sekali saja. Kita ingin haji
diwajibkan setiap 10 tahun atau 5 tahun. Atau haji dilaksanakan setahun 2x.
Jadi nash-nash seperti ini tidak mungkin kita utak-atik.
Ada beberapa jenis nash. Ada yang
qath’i dan zhanni, baik sumbernya maupun penunjukannya.
Inilah bekal yang dimiliki para
ulama rabbaniyyun dan ahli ijtihad. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu Wa
Ta'aalaa memerintahkan orang yang tidak tahu agar bertanya pada orang yang
tidak tahu.
فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا
تعلمون
“Maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS An Nahl (16) ayat
43)
Kami (Prof. DR Abdurrahman bin Abdil Aziz As Sudais) katakan demikian,
untuk menjelaskan bahwa sumber pengambilan hukum dalam syariat ini bukan hasil
akal manusia semata. Itu semua bersumber dari nash dan melihat maqashid syariah
(tujuan dari syariat). Syariat menjaga agama, akal dan keturunan.
Syariat juga mempertimbangkan
berbagai kemaslahatan dan mafasadah (bahaya) yang akan terjadi. Jika terdapat
banyak kemaslahatan dalam satu waktu, maka dilihat yang paling besar
maslahatnya. Jika terdapat beberapa mafsadah (bahaya), maka yang diambil adalah
yang paling kecil bahayanya agar terhindar dari bahaya yang lebih besar.
Demikian seterusnya. Inilah yang dimiliki oleh para ulama.
Berkaitan dengan umat lain, Islam juga membuka peluang dialog dengan umat
lain.
Kita tidak
menolak sisi positif yang terdapat pada umat lain selama itu sejalan dengan
aqidah, prinsip, tatanan nilai dalam agama kita. Hikmah adalah barang yang
hilang dari seorang mu’min, maka dimanapun dia mendapatkannya dia akan ambil.
Saudaraku sekalian,
Hendaknya kita semua memahami bahwa
syariat ini bukan pendapat yang setiap orang boleh bicara. Orang boleh bicara
tentang syariat ini tapi dengan mengikuti kaidah-kaidah ilmu, ijtihad dan
pemahaman yang benar. Bagaimana mungkin seseorang bicara dalam
persoalan-persoalan syariat ini, tetapi tidak mengetahui ‘aam dan khash, mutlak
dan muqayyad, mujmal dan mubayyan, serta nasikh mansukh. Bagaimana kita mau
berbicara dalam masalah syariat atau suatu hukum tertentu tetapi kita tidak
tahu termasuk jenis apakah nash-nash tersebut. Khash didahulukan dari pada
‘aam. Muqayyad didahulukan daripada mutlak. Mubayyan didahulukan daripada
mujmal. Nasikh yang dipakai dan mansukh ditinggalkan. Demikian seterusnya.
Semuanya berdasarkan ilmu dan pemahaman yang benar.
Kami (Prof. DR Abdurrahman bin Abdil
Aziz As Sudais) mengajak kita semua memiliki kepedulian terhadap syariat ini.
Sebagaimana kita juga memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap berbagai urusan
dunia. Kalau ada orang yang menzhalimi orang lain, maka kita melihat
orang-orang memberikan respon (reaksi) terhadap peristiwa tersebut. Seharusnya
demikian pula ketika kita berinteraksi dengan nash-nash syar’i.
Jadi, orang yang berbicara dalam
persoalan syariat dan landasan berfikir, harus berdasarkan syariat. Oleh karena
itu, para salafush shaleh dahulu sangat berhati-hati ketika berbicara dalam
persoalan syariat. Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam yang menetapkan syariat
setelah Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa kadang-kadang ditanya beberapa masalah
beliau menunggu. Kita temukan pada beberapa ayat berbunyi: ‘Yas-aluunak’,
‘Yas-aluunak’, ‘Yas-aluunak’ (mereka bertanya kepadamu).
Abu Bakar ash Shiddiq -radliyallahu
'anhu-, sebagai orang yang paling mengetahui agama ini setelah Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, pernah mengatakan: “Langit mana yang menaungiku
dan bumi mana yang akan menjadi pijakanku, jika aku berbicara tentang Al Qur`an
dengan tanpa pengetahuan?”
Atha’ bin Abi Rabaah -rahimahullah-
mengatakan: “Siapa yang mengatakan ‘saya tidak tahu’ maka perkataannya itu
menunjukkan setengah ilmu.”
Kami (Prof. DR Abdurrahman bin Abdil
Aziz As Sudais) tidak bermaksud untuk tidak membicarakan masalah syariat ini.
Tetapi yang kami maksudkan bahwa berbicara dalam urusan syariat ini harus
dengan kaidah-kaidah dan ilmu. Kita berhati-hati agar jangan berbicara dalam
masalah agama tanpa pengetahuan. Berbicara dengan berangkat dari pemahaman yang
benar dengan sikap yang juga benar terhadap syariat ini. Kita menyaksikan
sebagian kaum muslimin yang berbicara dalam masalah agama ini, berangkat dari
sikap mental yang kalah, terbelakang dan merasa bahwa umat Islam ini
ketinggalan dibanding umat-umat lain. Perkataan mereka bukan menjadi dasar
hukum dalam syariat Islam ini. Karena syariat ini diturunkan oleh Allah Rabbul
‘alamin. Apakah mereka tidak mengetahui siapa yang telah menciptakan seluruh
makhluk ini. Kemudian syariat ini disampaikan kepada Rasul-Nya shallallahu
'alaihi wa sallam yang dengan gigih dan penuh rasa amanah menyampaikan risalah
ini.
Alhamdulillah,
masih banyak ditengah-tengah umat ini, ulama ahli ijtihad yang berbicara dalam
masalah agama ini dengan berdasarkan ilmu. Hendaknya berbicara dalam masalah
agama ini berdasarkan metode yang jelas, berangkat dari landasan berfikir yang
benar, berdasarkan Al Qur`an dan Sunnah sebagaimana yang telah dijalani oleh
para shahabat dan salafush shaleh. Kita bisa mengambil dari umat lain, selama
tidak bertentangan dengan aqidah dan syariat kita. Sedangkan jika bertentangan
dengan aqidah dan tatanan nilai dalam syariat kita, maka kita tolak.
Umat-umat lain, mereka tidak bisa
menerima orang lain di luar mereka berbicara dalam urusan ajaran agama mereka
yang tidak sejalan dengan agama mereka. Kitapun sebagai umat Islam demikian.
Hendaknya kita memiliki kepedulian dan kepekaan terhadap syariat ini.
Mengetahui hakikat, inti dan tujuan dari ajaran Islam ini dengan cara pandang
yang benar dengan menggunakan akal yang sehat dan dalil yang shahih.
Hal ini sangat penting dan perlu
mendapat perhatian kita.
Ketika kita
sanggup mewujudkan hal ini, maka persatuan umat Islam akan terwujud. Kita
sangat memerlukan persatuan umat Islam. Cukuplah tantangan yang begitu banyak
ini menjadi persoalan bersama umat Islam. Mengapa kita memperluas jurang
perbedaan diantara kita?
Kita bersatu
sebagaimana firman Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa:
إنما المؤمنون إخوة
“Sesungguhnya orang-orang beriman itu
bersaudara.”
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا
تفرقوا
“Berpeganglah kamu sekalian dengan tali
agama Allah dengan bersama-sama dan janganlah kalian berpecah belah.”
Kepada para
setiap ulama dan da’i, hendaknya mereka semua bersatu. Agar tidak memecah-belah
umat.
Bangsa Indonesia
yang muslim adalah bangsa yang mendapatkan tempat di hati kami. Demikian pula
saudara-saudara kami di universitas ini, terutama rektor, para pembantu rektor,
para dosen dan semua civitas akademika universitas ini. Kami (Prof. DR
Abdurrahman bin Abdil Aziz As Sudais) sangat bahagia dapat bekerja sama dengan
semua fihak dalam kebaikan dan ketaqwaan. Kunjungan ini merupakan usaha untuk
saling bertemu dan menghilangkan berbagai kerenggangan yang ada. Segala puji
hanya milik Allah yang telah mengumpulkan kita di atas agama Islam. Merupakan
kehormatan bagi kami untuk bisa memenuhi permintaan universitas ini. Kami
sampaikan ucapan terima kasih kepada bapak rektor atas kelapangan dadanya dan
sambutannya yang baik.
Meskipun hari ini adalah hari libur,
namun kehadiran para mahasiswa dan mahasiswi pada saat ini merupakan bukti
kecintaan mereka terhadap ulama, penduduk, tanah suci dan pemerintah haramain
(dua kota suci: Mekah dan Medinah). Hal ini bukan sesuatu yang asing bagi
saudara-saudara kami yang kami cintai dan kami hargai.
Kunjungan ini
akan menjadi saksi titik tolak untuk mempererat kerja sama diantara kita di
masa mendatang dalam bidang ilmu, penelitian dan untuk mempererat hubungan
saling memberi manfaat, bertukar fikiran dan pandangan sehingga kita bisa
sama-sama menghadapi persoalan bersama yang dihadapi umat Islam ini dan bersatu
di atas prinsip yang telah dijalani oleh para shahabat Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, dimana kita ketahui bersama bahwa mereka adalah orang yang
paling bersemangat menyatukan umat Islam, paling lapang dada dan paling faham
terhadap syariat Islam ini. Tidak mungkin ada orang pada zaman sesudah shahabat
yang lebih faham terhadap syariat, lebih mendalam pemikirannya dan lebih jeli
pandangannya dari para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Kami sangat bahagia dengan kunjungan
ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada rektor, para pembantu rektor, para dosen, mahasiswa dan mahasiswi. Apa yang kami ungkapkan ini merupakan bukti
kecintaan kami pada and a semua. Mudah-mudahan shalawat dan salam tercurah
kepada Nabi kita Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Terima kasih.
SUBHANALLOH WALHAMDULILLAH WALLOHUAKBAR ..
BalasHapus